Selasa, 11 April 2017

"Gaya Bahasa Kiasan Personifikasi dan Epitet Dalam Puisi”.

KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah, kami ucapkan seiring dengan rahmat yang Allah limpahkan kepada kami,  sehingga kami berkesempatan menyusun makalah riset ini yang berjudulGaya Bahasa Kiasan Personifikasi dan Epitet Dalam Puisi”. Sholawat serta salam, kami haturkan kepada baginda Nabi Muhammad Saw. yang menjadi panutan kita semua. Sang raja sastrawan dari seluruh penjuru bumi ini. Dengan kalamnya yang indah dan  mempesona mampu mengantarkan kita pada zaman penuh peradaban.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas salah satu mata kuliah, Bahasa Indonesia” dalam makalah ini akan dibahas mengenai dua jenis gaya bahasa kiasan, yakni gaya bahasa personifikasi dan gaya bahasa epitet. Dengan tuntasnya makalah hasil riset ini saya penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing, Dr. Darsita Suparno, M. Hum yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan.
Apabila pembaca menemukan kekurangan ataupun kesalahan dari karya penulis yang sedang dalam proses dan ranah pembelajaran, kami mohon perhatian pembaca agar mengkritik dan memberikan masukan sehingga makalah ini menjadi sempurna.
Saya ucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada pembaca yang sudi membaca karya penulis ini. Saya berharap semoga dengan tulisan ini Allah memberikan keberkahan yang melimpah sehingga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan terutama bagi penulis sendiri.

Ciputat, 6 Juni 2014



ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis gaya bahasa yang memprioritaskan gaya bahasa kiasan personifikasi dan epitet. Dalam penelitian ini puisi lebih berpengaruh besar dalam riset ini. Hal ini dikarenakan banyak yang bisa kita aplikasikan dalam pembuatan contoh. Hasil penelitian ini telah dibuktikan bahwa adanya persamaan gaya bahasa personifikasi dan epitet walaupun ada berbagai perbedaan dalam penggunaan katanya.  
Gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah style, yaitu semacam alat untuk menulis pada lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat ini akan mempengaruhi jelas tidaknya tulisan pada lempengan tadi. Kelak pada waktu penekanan  dititikberatkan dalam keahlian menulis indah maka style lalu berubah menjdi kemampuan dan keahlian untuk menulis, atau mempergunakan kata-kata secara indah.
Karena perkembangan itu, gaya bahasa atau style menjadi masalah atau bagian dari diksi, atau pilihan kata yang mempersoalkan cocok atau tidaknya, pemakaian kata frasa atau klausa tertentu untuk menghadapi situasi tertentu. Sebab itu persoalan gaya bahasa meliputi semua hirarki kebahasaan : pilihan kata secara individual, frasa, klausa, dan kalimat, bahkan mencakup pula semua kalimat secara keseluruhan. Malahan ada yang tersirat dibalik sebuah wacana termasuk pula persoalan gaya bahasa, jadi jangkauan gaya bahasa sangatlah luas, tidak hanya mencakup unsur-unsur kalimat yang mengandung coral-corak tertentu, seperti yang umum terdapat retorika-retorika klasik.
Gaya bahasa juga sebagai salah satu cara mengekspresikan pikiran dan perasaan dengan bahasa yang indah dan personal. Para ahli telah menemukan 60 gaya bahasa dan diklasifikan kedalam 4 kelompok. Keempat gaya bahasa tersebut adalah:
a.       Gaya bahasa perbandingan
b.      Gaya bahasa pertentangan
c.       Gaya bahasa pertautan
d.      Gaya bahasa perulangan
Pada analisis kali ini gaya bahasa perbandingan yang diambil dari gaya bahasa kiasan yakni personifikasi dan epitet yang dijelaskan dengan berbagai pemakaian gaya kiasan dalam bentuk puisi. Hasil penelitian ini telah dibuktikan bahwa adanya persamaan gaya bahasa personifikasi dan epitet walaupun ada berbagai perbedaan dalam penggunaan katanya.
BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Puisi sebagai salah satu bentuk karya sastra  yang merupakan hasil kebudayaan yang berwujud tulisan. Puisi tersusun atas kata-kata di mana kata adalah satuan arti yang menenentukan struktur formal linguistik karya sastra. Di dalam susunan kata-kata puisi terkandung gagasan penyair. Untuk menyampaikan gagasannya tersebut, penyair sering kali menggunakan bahasa khas yang bermakna konotatif. Puisi merupakan bahasa yang khas, yaitu bahasa yang berbeda dengan bahasa sehari-hari yang dianggap umum untuk menunjukkan pemakaian bahasa yang khusus, sehingga dalam menafsirkan puisi juga harus memakai konvensi sastra yakni bahasa yang bersifat konotatif. Puisi merupakan ungkapan secara implisit, samar, dengan makna yang tersirat, di mana kata-katanya condong pada makna konotatif. Konotasi adalah kumpulan asosiasi- asosiasi perasaan yang terkumpul dalam sebuah kata diperoleh dari sebuah setting yang di lukiskan.
Puisi juga dipandang sebagai karya seni yang puitis. Kepuitisan itu dapat dicapai dengan bermacam-macam cara, misalnya dengan bentuk visual: tipografi, susunan bait; dengan bunyi: persajakan, asonansi, aliterasi, kiasan bunyi, lambang rasa, dan orkestrasi, dengan pemilihan kata (diksi), bahasa kiasan, sarana retorika, unsur-unsur ketatabahasaan, gaya bahasa, dan sebagainya. Salah satu unsur kepuitisan puisi adalah bahasa kiasan  (figurative  language).  Adanya  bahasa  kiasan  ini  menyebabkan  puisi menjadi menarik perhatian, menimbulkan kesegaran, lebih hidup, serta menimbulkan kejelasan gambaran angan.
Dari berbagai macam bahasa kiasan tersebut, penelitian ini lebih difokuskan pada bahasa kiasan personifikasi dan epitet. Personifikasi adalah bahasa kiasan yang mempersamakan benda dengan manusia,  benda mati digambarkan  seolah-olah hidup seperti manusia. Personifikasi berasal dari bahasa latin persona yang berarti orang, pelaku, aktor, atau topeng yang dipakai dalam drama, dan fic yang berarti membuat. Personifikasi ialah jenis majas yang melekatkan sifat-sifat insani kepada barang yang tidak bernyawa dengan ide yang abstrak. Epitet adalah suatu gaya bahasa berwujud semacam acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri seseorang atau suatu benda tertentu, sehingga namanya dipakai untuk menyatakan sifat itu. Keterangan itu adalah suatu frasa deskriptif yang menjelaskan atau menggantikan nama seseorang atau suatu barang atau bisa juga diartikan sebagai sebuah julukan. Sebagaimana jelasnya Epitet atau Epitheh berasal dari kata bahasa Inggris yang artinnya julukan. Epitet adalah istilah permainan kata yang dapat berupa deskripsi, aposisi, dekoratif, sendirian, dll yang digunakan untuk menggambarkan seseorang atau sesuatu. Julukan dapat digunakan diberbagai bidang kehidupan.
Berdasarkan pengertian di atas, penelitian ini sangat tepat mengambil personifikasi dan epitet sebagai fokus kajian karena objek penelitian ini adalah puisi. Dipandang dari gaya bahasa, puisi merupakan susunan kata yang dapat merangkai kata indah yang terungkap dari sang pembuat puisi tersebut. Penyair dalam menciptakan karya sastra tidak berangkat   dari   kekosongan   budaya,   namun   banyak   faktor   yang   melatar-belakanginya, termasuk di dalamnya, lingkungan tempat tinggal dan lain sebgainya.
Karya sastra lahir tidak berdasar kekosongan budaya. Artinya, latar belakang sosial, budaya, politik, ekonomi atau lingkungan tempat sastrawan hidup di tengah-tengahnya banyak mendasari dan mengilhami kehadiran sebuah karya sastra. Lingkungan tempat tinggal yang merupakan salah satu faktor tersebut berpengaruh pada karya yang dihasilkan  oleh  penyair.  Hal  tersebut  tampak  pada pemilihan  kata  yang digunakan, tema, serta penggambaran dengan menggunakan anasir alam seperti gunung, tumbuhan, sungai, batu, angin, hujan, petir serta benda-benda yang dihasilkan oleh manusia seperti gamelan, senjata, dan benda-benda mati yang berada di lingkungan sekitar penyair. Penggunaan anasir alam serta benda-benda mati dalam geguritan dapat menjadi indikator penggunaan bahasa kias personifikasi dan epitet, mengingat personifikasi berkaitan dengan benda-benda mati yang diinsankan dalam karya sastra. Namun, pada dasarnya personifikasi dan epitet juga memilik perbedaan dalam penggunaan kata, personifikasi lebih terfokus oada benda mati yang diinsankan, namun epitet lebih terfokus kepada penggunaan kata benda mati sebagai julukan.
Penggunaan personifikasi dalam karya sastra khususnya geguritan menjadi hal yang menarik untuk diteliti. Personifikasi memiliki fungsi yang bermacam dalam geguritan, yakni menghidupkan penggambaran, memperindah bunyi dan penuturan, serta membuat penggambaran menjadi lebih konkret. Selain fungsi tersebut, personifikasi dimungkinkan masih memiliki fungsi lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan dan fungsi personifikasi secara keseluruhan dalam karya kumpulan geguritan seorang penyair.
Pada dasarnya personifikasi dan epitet pemaknaannya dan dari segi definisinya saling bersangkutan antara satu dan yang lainnya, ialah sebuah gaya bahasa yang berkaitan dengan benda-benda mati yang diinsankan dalam karya sastra.



BAB II
KAJIAN TEORI

            Kajian teori ini diambil dari sebuah puisi karya anak remaja, yang akan di analisis dalam segi bentuk personifikasi dan epitetnya, karna pada permasalahan ini saling bersangkutan satu sama lain. Berikut adalah puisi-puisi yang akan dianalisis. Berikut adalah contoh gaya bahasa personifikasi.

DUA CERITA BERSAMA HUJAN
Oleh: Lelaki Budiman
Malam ini hujan kembali mengunjungiku, kunjungan yang kesekian puluh
Tak pasti hujan mengunjungiku (benar-benar berkunjung dan bercakap denganku)
Terkadang ia hanya lewat didepan halaman
Lalu pergi usai menyapa bunga dan rerumputan

Sesekali hujan menggodaku, mengetuk jendela kamarku
Tersenyum, dan berlalu
Lain waktu, hujan singgah cukup lama (setelah cukup lama pula ia menunggu di depan pintu)
Kami lantas bercerita apa saja, tentang cuaca ataupun cerita perjalanan dari satu kota ke kota lainnya
Aku tak pernah bosan mendengar ceritanya
Seperti ia yang tak pernah bosan mendengar ceritaku.
Tentangmu
Seperti malam ini,
Kami asyik berbincang hingga jam dua pagi
Kau tahu, aku tidak menceritakan tentang bintang dan kupu-kupu biru
Sebelum pergi aku menitipkan pesan untukmu
(kau akan tahu pesanku saat ia mengunjungimu)
Apakah hujan mengunjungimu malam ini?
Hujan bertandang kembali, tepat 3 hari setelah kunjungan terakhirnya
Tiga hari sejak aku menitipkan pesan untukmu
Entah malam ini hujan begitu pendiam
Tak seperti biasanya
Sesekali bergumam, lebih banyak diam, mendinginkan secangkir teh hitam yang kuseduhkan
Aku, entah mengapa kali ini tak berani menanyakan apa-apa
Tak pula ada niat sekedar menanyakan apakah pesanku sudah diterima olehmu
Malam ini kami hanya saling menatap diri
Entah, apa yang hendak diceritakan hujan malam ini
Sunyi.

            Puisi diatas menceritakan tentang persahabatannya dengan hujan. Tentu, puisi diatas merupakan simbol untuk membuatnya jadi lebih enak dinikmati. Puisi milik Lelaki Budiman tersebut jika dilihat dari pemilihan kata-katanya bermajas personifikasi.
Tak pasti hujan mengunjungiku (benar-benar berkunjung dan bercakap denganku). Terkadang ia hanya lewat didepan halaman. Lalu pergi usai menyapa bunga dan rerumputan.
Dari pilihan kata contoh puisi bermajas personifikasi pengarang memilih hujan yang notabene adalah benda mati. Namun, oleh pengarang seolah-olah hujan diibaratkan seperti manusia. Bisa bergerak mendatangi seseorang, lalu menyapanya, minum teh, menyampaikan salam, dan mengobrol panjang lebar.
Hal-hal tersebut hanya bisa dilakukan oleh manusia. Namun, oleh Budiman hujan diberi nyawa. Hampir seluruh lirik dalam puisi tersebut memiliki majas personifikasi. Hal tersebut berkaitan dengan tokoh yang dibuat cerita lirik tersebut adalah hujan.
            Memilih ‘hujan’ daripada ‘sahabat’ atau nama manusia pada umumnya merupakan sesuatu yang unik. Pengarang ingin menyampaikan sisi menarik dari sebuah hujan yang terkesan romantis namun misterius. Hal tersebut terlihat dari kunjungan yang tidak dapat ditebak kapan. Ada rasa canggung dalam diri ‘ aku’ jika hujan tidak berlaku seperti biasa.
Aku, entah mengapa kali ini tak berani menanyakan apa-apa. Tak pula ada niat sekedar menanyakan apakah pesanku sudah diterima olehmu. Malam ini kami hanya saling menatap diri. Entah, apa yang hendak diceritakan hujan malam ini. Sunyi.
Berikut adalah contoh dan penjelasan dari epitet. Dalam buku Gorys Keraf (1984) Diksi dan Gaya Bahasa dijelaskan bahwa epitet (epiteta) semacam acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri khusus dari seseorang atau sesuatu hal. Keterangan itu adalah suatu frasa deskriptif yang menjelaskan atau menggantikan nama seseorang atau suatu barang.[1]
Misalnya:  
Lonceng pagi untuk ayam jantan
Puteri malam untuk bulan
Raja Malam untuk singa, dan sebagainya.
Epitet berasal dari bahasa inggris yang artinya julukan. Epitet adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan seseorang atau sesuatu berdasarkan keistimewaan atau kekurangannya yang dapat berupa deskripsi, aposisi, dekoratif, sindiran, dll yang digunakan diberbagai bidang kehidupan[2].
Contoh epitet dari bidang sastra dan sejarah:
·         Romeo dan Juliet dijuluki sebagai pasangan cinta sejati. Dalam kisah cinta klasik mikik William Shakespeare
·         Rhoma Irama dikenal dengan julukan Raja Dangdut Indonesia
Contoh epitet dalam agama:
·         Nabi Muhammad SAW mendapat julukan sebagai Nabi akhir Zaman
·         Nabi Isa mendapat sebagai Nabi Penyelamat
Contoh epitet dalam bidang politik:
·         Soekarno mendapat julukan sebagai Bapak Indonesia
·         Soeharto mendapat julukan sebagai Bapak Pembangunan




BAB III
METODE PENELITIAN


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian ini diperoleh dari sumber data sekunder. Data pendukung yang sifatnya memperkuat hasil analisis. Data sekunder diperoleh melalui penelitian :kepustakaan pada sumber-sumber yang terkait dengan objek penelitian. Teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti adalah:

1.      Website
Metode penelitian dikaji dari sebuah analisis website dari situs Google, yang mana sumber dan permasalahan serta contoh puisi yang diambil dari internet untuk dapat dianalisis lebih luas lagi.
2.      Studi Pustaka
Teknik pengumpulan data ini berasal dari tinjauan buku yang didapat dari perputakaan utama UIN Jakarta.



BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari pemaparan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa ada keterkaitan dalam gaya bahasa kiasan personifikasi dan epitet. Hal ini dapat dilihat dari benda mati yang diinsankan atau benda mati. Namun dalam penggunaannya ada perbedaan sesuai teks, koteks dan konteksnya ialah dalam segi julukan dan pengibaratan terhadap sesuatu.
DAFTAR PUSTAKA

1.      Keras, Gorys, Diksi dan Gaya Bahasa, PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, April 1984, halaman 141




[1] Keras, Gorys, Diksi dan Gaya Bahasa, PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, April 1984, halaman 141

Tidak ada komentar:

Posting Komentar